Kamis, 13 Februari 2014

RASA MEMILIKI KEBIJAKSANAAN

                                                     (sebuah arti filosofi tentang filsafat)

Oke guys, kali ini gue lagi berfilsafat karena kebetulan setiap hari rabu bakalan ada mata kuliah yang bernama filsafat manusia. Dan kali ini juga otak gue terangsang untuk berfikir dan keluar dari jalur kebiasaan orang banyak yaitu nurut kata dosen. Entah kenapa biasanya gue itu juga termasuk mahasiswa yang nurut sama dosen, tapi kali ini engga karena ini mata kuliah filsafat dimana seharusnya gue bisa bebas berfikir sesuai dengan tingkat kemampuan pemikiran kita dan bahkan jika objek material filsafat itu adalah sesuatu yang ada dan kemungkinan ada, sudah seharusnya kita benar-benar bebas untuk berfikir.

Jadi inilah yang menjadi dasar gue tiba-tiba ngeberontak setiap belajar filsafat karena gue ngerasa gue bebas berfikir dan mengemukakan apa yang gue udah fikirin jadi bukan seharusnya kita tidak bisa berpendapat lagi atau pendapat kita dengan sepihak disalahkan oleh dosen, sudah bukan jaman orde baru lagikan. Dan kebebasan berpikir dan berpendapat gue hari ini seperti dikekang oleh dosen.

Yang jadi landasan gue pertama-tama dalam tulisan ini adalah kebebasan berfikir dan mengemukakan pendapat dimuka umum seperti yang ada di UUD 1945, lalu yang kedua adalah pernyataan dosen bahwa dalam berfilsafat itu tidak ada yang salah karena kebenaran pun masih bersifat relatif. Dan yang terakhir adalah dosen berkata bahwa semua objek pengamatan dia adalah guru bagi dia, oleh karena itu jika beliau sudah berpendapat demikian sudah seharusnya dosen harus memperhatikan dan memberikan kesempatan mahasiswa untuk berpendapat bukan dipotong begitu saja.

Hari ini saat gue berpendapat mengenai pertanyaan beliau tentang apa itu objek material dan objek formal, gue pun menjawab gini “pak, menurut saya objek material itu segala sesuatu yang ada di pikiran dan kemungkinan ada.....” belum sempat menyelesaikan argumen gue itu tiba-tiba dosen memotong kalau itu salah dan tidak sesuai dengan kaidah bahasa filsafat. Alasan beliau mutlak kalau ingin berpendapat kita harus menggunakan bahasa filsafat.

Dari kasus pertama ini gue melihat beliau tidak terlalu konsisten dengan kata-kata beliau sebelumnya kalau dalam berfilsafat tidak ada yang salah, dan yang kedua gue harus mengajukan pertanyaan dulu sebelumnya. Apakah dulu socrates, aristoteles atau es-es yang lain saat berfilsafat beliau-beliau tersebut menggunakan kaidah baku bahasa filsafat, apakah sudah ada sebelumnya kaidah bahasa filsafat? Kalau dalam berfilsafat kita harus dibatasi oleh kemampuan kita dalam berkaidah baku bahasa filsafat yang belum tentu jelas kaidahnya, bukankah itu namanya pengekangan dalam berfilsafat itu sendiri? Dan bisa jadi itu malah membuat seseorang menjadi tidak kreatif dan berkembang karena harus memperhatikan kaidah yang semestinya tidak wajib ada.

Lagian kan belum tentu juga kata-kata socrates, aristoteles dan es-esnya tersebut merupakan asli kata-kata mereka tanpa perubahan dari penerjemah bahasa yunani yang menerjemahkan kata-kata mereka ke berbagai bahasa. Dan kalian tau apa jawaban beliau tentang pengertian dari objek material? Beliau menjawab “objek material adalah segala sesuatu yang ada dan kemungkinan ada.” Dan intinya apa yang gue katakan adalah sama seperti yang beliau ucapkan akan tetapi beliau tidak memberikan saya kesempatan untuk menyelesaikan apa yang saya katakan dan hanya karena bahasa saya tidak baku sesuai kaidah bahasa filsafat.

Lalu kasus yang kedua adalah ketika ditanyakan mengenai apa itu filsafat. Jika saya berkata sesuai textbook maka secara harfiah filsafat adalah cinta kebijaksanaan. Dalam etimologisnya philein itu cinta, sophos itu kebijaksanaan. Lalu beliau berkata definisi dari cinta itu apa? Saya dengan yakin menjawab bahwa cinta itu adalah rasa memiliki. Dan sekali lagi beliau menyalahkan pendapat/argumen saya tanpa saya berhak menjelaskan sebelumnya.

Oke gini, dasar saya berkata kalau cinta itu rasa memiliki adalah seperti ini. pertama-tama kita tidak bisa melihat definisi cinta itu secara literatur atau juga hanya memiliki satu sudut pandang. Tetapi disini saya berkata cinta itu adalah rasa memiliki karena cinta itu memang adalah rasa memiliki kita terhadap sesuatu. contoh gampangnya kalian cinta kepada ibu kalian? Itu berarti kalian punya rasa memiliki terhadap ibu kalian. Atau kita persempit lagi konteksnya. Kalian mempunyai pulpen, kalian otomatis mempunyai rasa memiliki terhadap pulpen tersebut, dan pulpen tersebut pasti akan kalian jaga dan dirawat dengan baik karena ada rasa memiliki atau cinta terhadap pulpen tersebut.

Jika seseorang melihat cinta dari satu sudut pandang maka mereka akan berpendapat cinta itu tidak harus mempunyai rasa memiliki. Oke kali ini gue berkomentar bullshit bagi orang-orang yang setuju dengan pendapat tersebut. Apakah cinta bisa tumbuh jika kita tidak mempunyai rasa memiliki terhadap objek yang kita cintai? Ambil contoh, kalian berkata cinta terhadap gebetan kalian? Lalu apakah kalian akan diam saja untuk menarik perhatian doi? Tidak ada usaha? Tidakkan? Pasti selalu ada usaha, dan usaha itu ada karena kalian mempunyai rasa memiliki terhadap gebetan kalian sehingga muncul usaha untuk melakukan itu walaupun belum tentu doi mempunyai rasa memiliki terhadap kalian.

Dalam konteks kenegaraan, jika kalian cinta terhadap bangsa ini. lalu apakah kalian tidak merasa punya rasa memiliki terhadap negeri ini? terhadap bangsa ini? terhadap apapun yang dimiliki bangsa ini baik SDA, SDM, sejarah, pendidikan, dll. Tentulah kalian mempunyai rasa memiliki terhadap bangsa ini oleh karena itu kalian mau berusaha dan mengabdi untuk bangsa ini.

Dan pada intinya, jika saya berargumen cinta itu adalah definisi dari rasa memiliki, sudah barang tentu bukanlah sesuatu hal yang harus disalahkan. Karena kalaupun segala argumen saya diatas salah, pasti ada beberapa orang yang menganggap dan merasakan hal sama terhadap apa itu cinta.

Kayanya itu sudah cukup menuangkan apa yang gue pikirkan selama berada dikelas filsafat yang dimana saya tidak bisa mengungkapkan pemikiran gue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar