Rabu, 19 Maret 2014

Pemilu dan Masalah Kompleks Negara



                Tahun 2014 dianggap sebagai tahun politik bagi sebagian rakyat Indonesia, mengapa sebagian? Jawaban yang paling singkat adalah karena masih banyak rakyat Indonesia sendiri yang bersikap acuh tak acuh terhadap penyelenggaraan Pemilu.

                Pemilu yang akan diselenggarakan pada 9 april 2014 merupakan sebuah momentum besar bagi rakyat Indonesia untuk menentukan masa depan  Indonesia. Selain itu pemilu juga sebuah pesta rakyat untuk menentukan calon pemimpin yang akan menahkodai kapal besar yang panjangnya dari sabang sampai merauke.

                Setiap penyelenggaraan pemilu akan selalu diwarnai oleh berbagai macam kejadian, mulai dari konflik antar parpol saat masa kampanye, penentuan koalisi dan oposisi dari berbagai parpol, sampai penggugatan ke Mahkamah Konstitusi yang (biasanya) dilakukan oleh peserta maupun  para pendukung yang kalah dalam pemilu mendatang.

                Akan tetapi penyelenggaraan pemilu pun memberikan dampak positif bagi masyarakat. Sektor yang terkena dampak nyata dari pemilu adalah sektor perekonomian. Baik ekonomi makro, menengah maupun mikro sama-sama terkena dampak positif dari penyelenggaraan pemilu 2014. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang kembali menguat dari sebelumnya sempat menyentuh angka Rp.12.250 pada awal tahun 2014.

                Sektor Usaha Kecil-Menengah (UKM) pun terjadi peningkatan yang signifikan terutama dari pembelanjaan parpol untuk atribut kampanye membuat para pengusaha disektor yang bersangkutan mendapat order yang sangat banyak. Selain itu penyewaan alat dan tempat untuk kampanye pun semakin meningkat. Jelas sekali ini akan mengembangkan ekonomi disektor UKM.

                Walaupun pemilu berkorelasi positif terhadap Indonesia, masih sering kita lihat permasalahan tentang pemilu yang berlarut-larut dan bentuknya sama persis seperti pemilu-pemilu sebelumnya. Contoh nyatanya adalah logistik untuk penyelenggaraan pemilu yang tidak pernah lepas dari kesalahan teknis maupun nonteknis.

Penurunan partisipasi masyarakat terhadap pemilu juga terjadi signifikan. Tercatat dari pemilu 1998 angka partisipasi masyarakat menyentuh 93%, lalu ditahun 2004 menurun menjadi 81% dan terakhir di tahun 2009 hanya menjadi 74% saja. Angka golput yang semakin besar dari setiap penyelenggaraan pemilu menunjukkan masih banyak permasalahan yang bersifat teknis maupun non-teknis.

                Para akademisi,  KPU, pemerintah, LSM, dan lain sebagainya selalu menjadikan golput sebagai objek kajiannya.  Hal ini berkaitan untuk memperbaiki dan mengurangi angka golput dimasyarakat. Namun berbagai macam kajian, penelitian, dan tindakanpun sudah sering dilakukan, akan tetapi belum menunjukkan hasil yang memuaskan bahkan bisa dibilang masih jauh dari memuaskan.

Masalah Besar dibalik Angka Golput

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh pakar psikologi terhadap partisipasi masyarakat untuk  korban bencana mungkin akan sedikit membantu untuk menjelaskan fenomena golput ini dari sisi psikologis manusia.

Penelitian ini dilakukan dengan dua cara untuk menemukan korelasi antara keduanya. Cara yang pertama, para peneliti meneliti tingkat partisipasi masyarakat untuk memberikan donasinya terhadap suatu bencana alam. Peneliti meyakinkan partisipan untuk memberikan donasi yang akan disalurkan untuk korban bencana alam dengan menunjukan betapa parahnya dampak bencana. Lalu cara yang kedua adalah peneliti meneliti tingkat partisipasi  masyarakat untuk memberikan donasinya hanya kepada anak kecil yang menjadi korban bencana alam yang sama. Partisipan ditunjukkan gambar anak kecil yang sedang sekarat dirumah sakit dan sangat membutuhkan bantuan dari para donatur.

                Lalu bagaimanakah hasil dari penelitian ini? Hasil yang menarik ditunjukkan dari penelitian ini. Para peneliti menemukan bahwa partisipan lebih mempunyai keinginan yang besar untuk menolong anak kecil yang menjadi korban bencana alam dari pada memberikan donasi yang ditunjukkan langsung untuk bencana alam tersebut.

Peneliti mengambil kesimpulan bahwa saat dihadapkan terhadap permasalahan yang besar dan kompleks, manusia cenderung enggan untuk membantu dikarenakan merasa permasalahan tersebut begitu besar sehingga bantuan yang mereka berikan tidak akan berarti apa-apa. Disisi lain ketika dihadapkan dengan masalah yang cenderung lebih kecil-dalam kasus ini adalah anak kecil yang menjadi korban bencana alam- mereka tergugah dan secara sukarela memberikan bantuannya untuk menolong si anak kecil tersebut karena mereka merasa bantuannya akan memberi dampak yang nyata bagi si anak kecil ini.

Penelitian ini dapat dikaitkan dengan penyelenggaraan pemilu dan tingginya angka golput dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa pemilu merupakan sarana rakyat untuk memilih calon pemimpinnya yang akan menentukan nasib bangsa ini dalam lima tahun kedepan. Masalah yang dihadapi calon pemimpin dan rakyatpun bukanlah masalah yang kecil akan tetapi masalah yang sangat kompleks dan besar.

Berdasarkan pemaparan diatas, mungkin saja salah satu penyebab tingginya angka golput disebabkan karena setiap penyelenggaraan pemilu masyarakat dihadapi pada masalah-masalah besar negara ini. Sehingga masyarakat merasa ragu untuk mememilih dengan alasan satu suara yang mereka berikan tidak dapat memberikan dampak yang besar bagi penyelesaian masalah yang dihadapi negara ini.

Jokowi sang Fenomena

                Beberapa hari yang lalu kita dikejutkan dengan keputusan Megawati Soekarno putri melalui surat yang beliau tunjukan kepada Jokowi yang intinya mengatakan bahwa Jokowi merupakan calon presiden dari PDI-P.
                Walaupun keputusan ini sudah banyak diperkirakan sebelumnya oleh kebanyakan para ahli tetapi tetap saja bahwa pencapresan Jokowi merupakan hal yang sangat mengejutkan ditengah-tengah opini yang beredar bahwa ibu Mega masih berniat menjadi Presiden. Megawati padahal mempunyai hak preogratif untuk menentukan capres dari PDI-P termasuk memilih dirinya sendiri, akan tetapi beliau dengan bijak memilih mendengarkan aspirasi rakyat dengan memilih Jokowi.

                Sejak ditetapkannya Jokowi menjadi capres dari PDI-P, geliat ekonomi menunjukan perubahan menuju arah yang positif. Terlihat dari turunnya angka inflasi yang pada awal tahun sempat meninggi. Setali  tiga uang dengan angka inflasi begitu juga dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang sempat menyentuh angka Rp.12.250  menjadi Rp.11.300 tepat sesaat Jokowi dicalonkan menjadi capres.

                Pencapresan Jokowi juga berimbas kepada kenaikan transaksi saham. Seperti yang dikutip dari Kepala perwakilan bursa efek Indonesia (BEI) Semarang Cahyanto Kristiadi mengatakan nilai transaksi rata-rata 5-6 trilliun per hari, namun sejak Jokowi ditunjuk sebagai capres angka tersebut melonjak menjadi 16 Trilliun perhari.

                Dari Indeks harga saham gabungan (IHSG) juga menguat drastis, pada penutupan Jumat (14/3) seperti yang dikutip dari Republika menunjukan IHSG menguat 3,04 persen atau 143,51 basis poin menjadi 4.869,68 dari penutupan sehari sebelumnya. Pertumbuhan inipun dipicu dari banyaknya investor yang membeli khususnya saham-saham gabungan.

                Para ahli menilai ini sebagai Jokowi Effect’s yang menunjukan kenaikan positif dari berbagai macam sektor semenjak Jokowi dicalonkan sebagai Calon Presiden. Sangat jelas sekali bahwa ini merupakan fenomena yang luar biasa dan sangat jarang terjadi di Indonesia. namun jika dilihat dari tapak tilas Jokowi sebelum-sebelumnya menunjukan bahwa Jokowi merupakan sosok pemimpin yang berbeda dengan yang lain. Beliau merupakan sosok pemimpin yang sangat dekat dengan rakyat, membela kepentingan rakyat, dan tetap bersikap bersahaja.

                Mungkin faktor-faktor ini pula yang menjadikan kepercayaan publik menjadi tinggi dan optimis semenjak pencalonan Jokowi. Mereka menilai Jokowi dapat memberikan perubahan bagi Indonesia semenjak 16 tahun pasca reformasi. Dengan kualitas yang dimiliki beliau, masyarakat menganggap Jokowi dapat menjadi pemecah kebuntuan demokrasi, birokrasi, politik, ekonomi, dan  masalah kompleks bangsa ini.

                Jika dilihat dari teori yang telah dikemukakan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jokowi dapat membuat pemegang hak suara untuk menggunakan suaranya terutama untuk mendukung Jokowi sebagai calon presiden. Sehingga diharapkan dapat menurunkan angka golput terutama dari pihak pro-jokowi yang persebarannya sudah sangat banyak di berbagai kota. Kesimpulan ini didasarkan pada masyarakat yang menilai bahwa Jokowi merupakan solusi bagi Indonesia untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada di Indonesia.

                Walaupun Jokowi membawa dampak positif terutama dibeberapa hari pencalonan beliau sebagai capres, Jokowi pun tidak lepas dari kritik terutama dipihak yang menilai beliau sebagai kutu loncat karena beliau baru 1,5 tahun memimpin DKI Jakarta. Padahal beliau pernah berkata bahwa beliau akan menyelesaikan masa jabatan 5 tahun sebagai gubernur Ibukota. Selain itu pencalonan Jokowi pun dinilai sebagai gambling dan sarana pendongkrak suara PDI-P di pemilu legislatif mendatang.

                Terlepas dari bagaimana jalannya pemilu kedepan, pencalonan Jokowi ini kita harapkan dapat menjadi angin segar bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. pertumbuhan demokrasi salah satunya dapat dilihat dari angka partisipasi pemilih yang menggunakan hak pilihnya nanti pada pemilu legislatif dan Presiden mendatang. Semoga saja.

Ditulis oleh
Rezky Akbar Trinovan

Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

1 komentar: