Tahun
2014 dianggap sebagai tahun politik bagi sebagian rakyat Indonesia, mengapa
sebagian? Jawaban yang paling singkat adalah karena masih banyak rakyat
Indonesia sendiri yang bersikap acuh tak acuh terhadap penyelenggaraan Pemilu.
Pemilu
yang akan diselenggarakan pada 9 april 2014 merupakan sebuah momentum besar
bagi rakyat Indonesia untuk menentukan masa depan Indonesia. Selain itu pemilu juga sebuah pesta
rakyat untuk menentukan calon pemimpin yang akan menahkodai kapal besar yang
panjangnya dari sabang sampai merauke.
Setiap
penyelenggaraan pemilu akan selalu diwarnai oleh berbagai macam kejadian, mulai
dari konflik antar parpol saat masa kampanye, penentuan koalisi dan oposisi
dari berbagai parpol, sampai penggugatan ke Mahkamah Konstitusi yang (biasanya)
dilakukan oleh peserta maupun para pendukung
yang kalah dalam pemilu mendatang.
Akan
tetapi penyelenggaraan pemilu pun memberikan dampak positif bagi masyarakat. Sektor
yang terkena dampak nyata dari pemilu adalah sektor perekonomian. Baik ekonomi
makro, menengah maupun mikro sama-sama terkena dampak positif dari
penyelenggaraan pemilu 2014. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan nilai tukar
rupiah terhadap dolar yang kembali menguat dari sebelumnya sempat menyentuh
angka Rp.12.250 pada awal tahun 2014.
Sektor
Usaha Kecil-Menengah (UKM) pun terjadi peningkatan yang signifikan terutama dari
pembelanjaan parpol untuk atribut kampanye membuat para pengusaha disektor yang
bersangkutan mendapat order yang sangat banyak. Selain itu penyewaan alat dan
tempat untuk kampanye pun semakin meningkat. Jelas sekali ini akan
mengembangkan ekonomi disektor UKM.
Walaupun
pemilu berkorelasi positif terhadap Indonesia, masih sering kita lihat permasalahan
tentang pemilu yang berlarut-larut dan bentuknya sama persis seperti
pemilu-pemilu sebelumnya. Contoh nyatanya adalah logistik untuk penyelenggaraan
pemilu yang tidak pernah lepas dari kesalahan teknis maupun nonteknis.
Penurunan
partisipasi masyarakat terhadap pemilu juga terjadi signifikan. Tercatat dari
pemilu 1998 angka partisipasi masyarakat menyentuh 93%, lalu ditahun 2004
menurun menjadi 81% dan terakhir di tahun 2009 hanya menjadi 74% saja. Angka
golput yang semakin besar dari setiap penyelenggaraan pemilu menunjukkan masih banyak
permasalahan yang bersifat teknis maupun non-teknis.
Para
akademisi, KPU, pemerintah, LSM, dan
lain sebagainya selalu menjadikan golput sebagai objek kajiannya. Hal ini berkaitan untuk memperbaiki dan
mengurangi angka golput dimasyarakat. Namun berbagai macam kajian, penelitian,
dan tindakanpun sudah sering dilakukan, akan tetapi belum menunjukkan hasil
yang memuaskan bahkan bisa dibilang masih jauh dari memuaskan.
Masalah Besar dibalik Angka Golput
Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh pakar psikologi terhadap partisipasi masyarakat
untuk korban bencana mungkin akan
sedikit membantu untuk menjelaskan fenomena golput ini dari sisi psikologis
manusia.
Penelitian ini
dilakukan dengan dua cara untuk menemukan korelasi antara keduanya. Cara yang
pertama, para peneliti meneliti tingkat partisipasi masyarakat untuk memberikan
donasinya terhadap suatu bencana alam. Peneliti meyakinkan partisipan untuk
memberikan donasi yang akan disalurkan untuk korban bencana alam dengan
menunjukan betapa parahnya dampak bencana. Lalu cara yang kedua adalah peneliti
meneliti tingkat partisipasi masyarakat
untuk memberikan donasinya hanya kepada anak kecil yang menjadi korban bencana
alam yang sama. Partisipan ditunjukkan gambar anak kecil yang sedang sekarat
dirumah sakit dan sangat membutuhkan bantuan dari para donatur.
Lalu
bagaimanakah hasil dari penelitian ini? Hasil yang menarik ditunjukkan dari
penelitian ini. Para peneliti menemukan bahwa partisipan lebih mempunyai
keinginan yang besar untuk menolong anak kecil yang menjadi korban bencana alam
dari pada memberikan donasi yang ditunjukkan langsung untuk bencana alam
tersebut.
Peneliti
mengambil kesimpulan bahwa saat dihadapkan terhadap permasalahan yang besar dan
kompleks, manusia cenderung enggan untuk membantu dikarenakan merasa
permasalahan tersebut begitu besar sehingga bantuan yang mereka berikan tidak
akan berarti apa-apa. Disisi lain ketika dihadapkan dengan masalah yang
cenderung lebih kecil-dalam kasus ini adalah anak kecil yang menjadi korban
bencana alam- mereka tergugah dan secara sukarela memberikan bantuannya untuk menolong
si anak kecil tersebut karena mereka merasa bantuannya akan memberi dampak yang
nyata bagi si anak kecil ini.
Penelitian ini
dapat dikaitkan dengan penyelenggaraan pemilu dan tingginya angka golput dalam
setiap penyelenggaraan pemilu. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa
pemilu merupakan sarana rakyat untuk memilih calon pemimpinnya yang akan
menentukan nasib bangsa ini dalam lima tahun kedepan. Masalah yang dihadapi
calon pemimpin dan rakyatpun bukanlah masalah yang kecil akan tetapi masalah
yang sangat kompleks dan besar.
Berdasarkan
pemaparan diatas, mungkin saja salah satu penyebab tingginya angka golput
disebabkan karena setiap penyelenggaraan pemilu masyarakat dihadapi pada
masalah-masalah besar negara ini. Sehingga masyarakat merasa ragu untuk
mememilih dengan alasan satu suara yang mereka berikan tidak dapat memberikan
dampak yang besar bagi penyelesaian masalah yang dihadapi negara ini.
Jokowi sang Fenomena
Beberapa hari
yang lalu kita dikejutkan dengan keputusan Megawati Soekarno putri melalui
surat yang beliau tunjukan kepada Jokowi yang intinya mengatakan bahwa Jokowi
merupakan calon presiden dari PDI-P.
Walaupun
keputusan ini sudah banyak diperkirakan sebelumnya oleh kebanyakan para ahli tetapi
tetap saja bahwa pencapresan Jokowi merupakan hal yang sangat mengejutkan
ditengah-tengah opini yang beredar bahwa ibu Mega masih berniat menjadi
Presiden. Megawati padahal mempunyai hak preogratif untuk menentukan capres
dari PDI-P termasuk memilih dirinya sendiri, akan tetapi beliau dengan bijak
memilih mendengarkan aspirasi rakyat dengan memilih Jokowi.
Sejak
ditetapkannya Jokowi menjadi capres dari PDI-P, geliat ekonomi menunjukan
perubahan menuju arah yang positif. Terlihat dari turunnya angka inflasi yang
pada awal tahun sempat meninggi. Setali tiga uang dengan angka inflasi begitu juga
dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang sempat menyentuh angka Rp.12.250 menjadi Rp.11.300 tepat sesaat Jokowi
dicalonkan menjadi capres.
Pencapresan
Jokowi juga berimbas kepada kenaikan transaksi saham. Seperti yang dikutip dari
Kepala perwakilan bursa efek Indonesia (BEI) Semarang Cahyanto Kristiadi mengatakan
nilai transaksi rata-rata 5-6 trilliun per hari, namun sejak Jokowi ditunjuk
sebagai capres angka tersebut melonjak menjadi 16 Trilliun perhari.
Dari
Indeks harga saham gabungan (IHSG) juga menguat drastis, pada penutupan Jumat
(14/3) seperti yang dikutip dari Republika menunjukan IHSG menguat 3,04 persen
atau
143,51 basis poin menjadi 4.869,68
dari penutupan sehari sebelumnya. Pertumbuhan inipun dipicu dari
banyaknya investor yang membeli khususnya saham-saham gabungan.
Para ahli menilai ini sebagai Jokowi Effect’s yang menunjukan kenaikan
positif dari berbagai macam sektor semenjak Jokowi dicalonkan sebagai Calon
Presiden. Sangat jelas sekali bahwa ini merupakan fenomena yang luar biasa dan
sangat jarang terjadi di Indonesia. namun jika dilihat dari tapak tilas Jokowi
sebelum-sebelumnya menunjukan bahwa Jokowi merupakan sosok pemimpin yang
berbeda dengan yang lain. Beliau merupakan sosok pemimpin yang sangat dekat
dengan rakyat, membela kepentingan rakyat, dan tetap bersikap bersahaja.
Mungkin faktor-faktor ini pula
yang menjadikan kepercayaan publik menjadi tinggi dan optimis semenjak
pencalonan Jokowi. Mereka menilai Jokowi dapat memberikan perubahan bagi
Indonesia semenjak 16 tahun pasca reformasi. Dengan kualitas yang dimiliki beliau,
masyarakat menganggap Jokowi dapat menjadi pemecah kebuntuan demokrasi,
birokrasi, politik, ekonomi, dan masalah
kompleks bangsa ini.
Jika dilihat
dari teori yang telah dikemukakan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jokowi
dapat membuat pemegang hak suara untuk menggunakan suaranya terutama untuk
mendukung Jokowi sebagai calon presiden. Sehingga diharapkan dapat menurunkan
angka golput terutama dari pihak pro-jokowi yang persebarannya sudah sangat
banyak di berbagai kota. Kesimpulan ini didasarkan pada masyarakat yang menilai
bahwa Jokowi merupakan solusi bagi Indonesia untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang ada di Indonesia.
Walaupun
Jokowi membawa dampak positif terutama dibeberapa hari pencalonan beliau
sebagai capres, Jokowi pun tidak lepas dari kritik terutama dipihak yang
menilai beliau sebagai kutu loncat karena beliau baru 1,5 tahun memimpin DKI
Jakarta. Padahal beliau pernah berkata bahwa beliau akan menyelesaikan masa
jabatan 5 tahun sebagai gubernur Ibukota. Selain itu pencalonan Jokowi pun dinilai
sebagai gambling dan sarana
pendongkrak suara PDI-P di pemilu legislatif mendatang.
Terlepas
dari bagaimana jalannya pemilu kedepan, pencalonan Jokowi ini kita harapkan
dapat menjadi angin segar bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. pertumbuhan
demokrasi salah satunya dapat dilihat dari angka partisipasi pemilih yang
menggunakan hak pilihnya nanti pada pemilu legislatif dan Presiden mendatang. Semoga
saja.
Ditulis oleh
Rezky Akbar Trinovan
Badan Eksekutif Mahasiswa
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Well written, I enjoy it!
BalasHapus