Senin, 10 Februari 2014

MENYINGKAP INDONESIA DARI SEJARAH HUKUM LAUT

“jangan sekali-sekali melupakan sejarah”-Ir.Soekarno

Kali ini saya terinspirasi dari sebuah pertemuan yang tidak sengaja membawa saja mendalami begitu pentingnya kita mendalami dan menghargai sejarah. Sebuah ungkapan menyatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah perjuangan pahlawannya. Dalam ungkapan ini pahlawan yang dimaksud bukan hanya pahlawan yang sewaktu jaman kolonial dulu berperang melawan penjajah, bahkan pahlawan tersebut bisa saja adalah musuh utama bangsa ini sewaktu jaman penjajahan.

Pada pagi ini saya sengaja dan diijinkan untuk menyelinap ke Fakultas Hukum UNS. Perjalanan saya menyelinap kali ini diawali oleh pertemuan tak sengaja dengan dosen pancasila saya sewaktu semester satu yang juga menjadi pengampu mata pelajaran Hukum Internasional di Fakultas Hukum. Namun bukan cerita pagi ini saya menyelinap atau pertemuan saya dengan dosen saya tersebut yang menjadi awal inspirasi saya, akan tetapi lebih kepada mata pelajaran pertama yang beliau sampaikan sewaktu perkuliahan, yaitu Hukum Laut Internasional kalau tidak salah.

Perjalanan panjang hukum tentang kelautan telah terjadi semenjak beratus abad yang lalu, tepatnya 1493 dimana pada waktu itu bangsa Romawi menguasai dan menjamin keamanan dilaut tengah. Romawi yang pada waktu itu menganut konsepsi Res Communis membebaskan kepada siapapun untuk memanfaatkan laut tengah untuk keperluannya dan keselamatannya dijamin oleh bangsa Romawi pada waktu itu.

Sejarah berlanjut setelah runtuhnya peradaban Romawi dan digantikan kepada abad pertengahan yaitu abad 15-16 dimana banyak negara-negara di eropa menuntut hak atas sebagian laut yang berbatasa dengan garis pantai mereka. Sampai pada akhirnya muncul istilah laut teritorial. Implikasi dari keadaan tersebut adalah berperannya petinggi gereja pada waktu itu yang menyatakan bahwa bumi dibagi menjadi 2 bagian yaitu barat dan timur pada perjanjian Tordesillas dikepulauan Cape verde. Saat itu Spanyol berhak menguasai Timur dunia dari maroko-samudra pasific, lalu Portugal/Portugis menguasai Barat dunia.



Selain pembagian tersebut terdapat juga klaim atas laut utara Eropa yang juga menjadi tonggak utama terbentuknya hukum laut Internasional. Klaim “Domino maris” antara Denmark dan Inggris menjadikan mereka sebagai penganut konsepsi Res Nulius, yaitu Laut tidak ada yang memiliki, sehingga dapat dimiliki dan dikausai masing-masing Negara melalui Okupasi. Hal inilah yang menjadi cikal bakal terjadinya penjajahan di dunia.

Awal mula Indonesia

“Setiap manusia punya sejarahnya, lalu dengan sejarah mereka menganyam masa depan.”  ― Iqbal Syarie, Transit Cinta

Sebagai negara kepualauan yang jumlah nya mecapai 17.000 pulau yang membentang dari sabang sampai marauke, negara ini mempunyai sejarah yang amat panjang dan saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Bahkan sejarah hukum laut Internasional pun turut berkontribusi dalam sejarah bangsa Indonesia.

Dimulai dari pertentangan Belanda yang pada waktu itu menolak konsep laut tertutup (Mare Clausum) yang ada akibat perjanjian Tordesillas. Pada sekitar abad 16, Belanda yang dipelopori oleh Hugo Grotius menentang konsep laut tertutup dan menginginkan konsep laut terbuka (Mare Liberium). Grotius berpendapat bahwa kepemilikan laut hanya melalui Possesion, karena sangat sulit untuk menetapkan kepemilikan suatu laut yang tidak mempunyai batas yang jelas. Dengan itu juga, Belanda memperjuangkan asas kebebasan berlayar dengan melawan armada-armada Spanyol dan Portugal sehingga pada akhirnya mereka berhasil menemukan Indonesia.

Namun pada akhirnya konsep mare Liberium pun mendapat serangan balik sehingga karena banyaknya perdebatan atas kedua konsep tersebut akhirnya jalan tengahnya adalah dibnuat konsep Res Communis Omniumyang merupakan cikal bakal dari konsep kebebasan dilaut lepas. Konsep inilah yang merupakan bagian dari sejarah bangsa Indonesia dengan beribu-ribu kepulauan dengan luas -+ 5.180.053 km2.

Kedatangan Belanda yang pada waktu itu disebut masa Kolonial selama kurang lebih 3 abad membuat banyak peninggalan penting bagi bangsa Indonesia. Bukan bermaksud untuk mengensampingkan efek penderitaan dari bangsa Belanda pada kurun waktu penjajahan, tetapi kedatangan Belanda pun sangat penting juga bagi sejarah bangsa Indonesia. Karena luas wilayah penjajahan Belanda yang membentang dari sabang sampai marauke tersebutlah yang menjadi cikal bakal luas wilayah Indonesia menjadi sedemikian luasnya.

Mengapa bisa? Hal ini dikarenakan salah satunya dengan menggunakan hukum laut Internasional maka Indonesia berhak mendapatkan hak atas wilayahnya kini termasuk diperbatasan-perbatasan. Karena menurut hukum tersebut, sebuah negara berhak mengambil sebuah wilayah kelautan jika negara tersebut mengokupasi dengan cara menggunakan, mengolah, mengawasi, memperdayakan, dan segala bentuk okupasi lain. Sehingga negara Indonesia bisa mendapatkan luas wilayahnya yang sedemikian luasnya karena okupasi tersebut yang dilakukan baik pada waktu penjajahan Belanda maupun setelahnya.

Jika saja pada waktu itu belanda tidak datang ke Indonesia, bisa jadi Indonesia bukanlah Indonesia yang sekarang, melainkan masih terdiri dari banyak wilayah yang dikuasai oleh kerajaan-kerajaan, atau kalaupun skenarionya tidak seperti itu, maka bisa jadi luas wilayah Indonesia bisa jadi juga tidak seluas seperti sekarang ini.

Okupasi juga saat ini menjadi masalah serius bagi Indonesia, dapat dilihat contoh nyata ketika Indonesia gagal mengklaim kepemilikan atas pulau sipadan dan Ligitan saat sengketa wilayah dengan Malaysia. Jika dilihat dari zona laut teritorial maka pulau Sipadan dan Ligitan bisa saja diklaim oleh Indonesia, akan tetapi karena Malaysia lebih mengelola, menjaga, mengawasi, memperdayakan kedua pulau tersebut maka Makahkamah Internasional mengeluarkan putusan pulau tersebut menjadi milik Malaysia.

Oleh karena itu, jika tidak ingin terjadi hal yang sama dimasa mendatang, maka seluruh elemen masyarakat Indonesia sudah harus mulai memikirkan langkah-langkah untuk menjaga kepulauan terluar di Indonesia dengan cara-cara yang seharusnya. Jangan menunggu sampai terjadi sengketa baru kita mempermasalahkannya bahkan mengutuk masalah tersebut. Padahal dengan mengutuk permasalahan tersebut tidak akan membuat masalah selesai dengan kesepakatan yang menguntungkan Indonesia. Yang ada akan terjadi hal yang sama seperti pulau ligitan dan sipadan.

Memanfaatkan Sejarah

“Sejarah ingin agar kita tidak mengulangi kesalahan pada masa silam dan mengambil pelajaran guna membangun masa kini. Ia ingin agar kita mengambil segi-segi positif yang dimiliki masa lalu dan berusaha menghindari segi-segi negatifnya demi menggapai masa depan yang lebih baik dan cerah.”  ― Yusri Abdul Ghani Abdullah, Historiografi Islam: Dari Klasik Hingga Modern

Jika dilihat dari banyaknya peluang untuk menjadi sebuah bangsa yang besar dari sejarah bangsa ini, maka diharapkan seluruh elemen masyarakat tidak pernah melupakan sejarah bangsa ini. kita harus lantang menolak lupa terhadap semua sejarah yang melekat pada bangsa ini sekecil apapun sejarahnya akan sangat berarti.
Mungkin sejarah hanya dianggap sebagai sebuah kilas peristiwa dimasa lalu oleh orang-orang awam. Akan tetapi bangsa ini dapat menjadi bangsa yang lebih besar kedepannya jika saja sejarah dari bangsa ini dapat dimanfaatkan dengan sebaiknya.

Contoh nyata dari pemanfaatan sejarah adalah luas wilayah Indonesia saat ini, candi-candi dan prasasti-prasasti dijadikan objek pariwisata yang menghasilkan pendapatan ke negara, sejarah yang dibuat menjadi karya seni dan sastra yang turut juga menghasilkan pendapatan bagi pelakunya, dan masih banyak lagi yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan sejarah.

Selain itu dengan belajar dari kesalahan pada masa lalu lah kita bisa turut serta memajukan bangsa ini atau setidaknya membuat bangsa ini tidak terjembab pada lubang kesalahan yang sama. Sehingga dengan memanfaatkan sejarah maka banyak manfaat yang akan didapatkan oleh bangsa ini. jangan mau dilupakan dan jangan mau melupakan.

“Tapi barangkali sejarah memang terdiri dari penemuan-penemuan separuh benar, atau separuh salah, hingga kemajuan terjadi” ― Goenawan Mohamad

jika dalam penulisan ini terdapat kesalahan mohon dimaklumi, karena tulisan ini dibuat berdasarkan informasi yang diserap oleh penulis dan penulis juga bergerak di bidang psikologi bukan bidang hukum. namun jika ada kritik dan saran sangat penulis hargai demi mencapai informasi yang benar. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar