Senin, 16 Desember 2013

KITA BISA TANPA KORUPSI


pendahuluan
Dalam suatu pemerintahan harus ada pemerintah dan rakyat serta wilayah sebagai syarat mutlak berdirinya suatu negara atau suatu pemerintahan. Didalam teori Agensi yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan bahwa hubungan antara pemilik dan karyawan (Agen) adalah melakukan perjanjian kegiatan bisnis yang menguntungkan satu sama lain dan memberikan otoritas untuk  semuanya melakukan pengambilan keputusan. Jika hal ini dikaitkan dengan pemerintahan, maka Rakyat merupakan pemilik, dan pemerintah merupakan Agen.
Hal ini juga dikuatkan didalam UU.32 pasal 1 tahun 2004 tentang:
1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip utonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Jadi jelaslah bahwa posisi pemerintah adalah sebagai perencana, pelaksana dan pertanggungjawaban dari sebuah negara yang akan bertanggungjawab kepada rakyat(pemilik).

Pendidikan Antikorupsi

Transparancy International menegaskan bahwa pendidikan antikorupsi merupakan komponen vital dari strategi melawan korupsi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam suatu pemerintahan negara, maka pemerintah harus menyediakan kurikulum yang mengajarkan antikorupsi yangmana akan berdampak dengan pengurangan angka korupsi di negara tersebut. Akan tetapi jika suatu negara berubah menjadi rezim kleptokrasi dikarenakan tidak adanya pendidikan antikorupsi maka akan banyak perilaku korupsi.

Dalam pasal 6 huruf d, UU no.30 tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka didirikanlah suatu lembaga yang bertindak dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, lembaga tersebut dinamakan korupsi pemberantasan korupsi (KPK). Akan tetapi pendirian kpk ini ternyata masih belum cukup untuk meredakan korupsi di negeri ini. 

Di Indonesia juga terdapat 3 penyidik yang berwenang menyelidiki kasus korupsi yaitu POLRI, Kejaksaan, dan tentu saja KPK. Namun pada kenyataannya ketiga lembaga tersebutpun urung juga terlibat dalam kasus korupsi. Terkadang hukum bisa menjadi instrumen untuk memanipulasi kepentingan kepentingan. Oleh karena itu jika mengandalkan hukum saja maka korupsi tidak akan teratasi, maka dibutuhkan perbaikan moral dari pemuda dan kalangan tua tentang budaya korupsi ini melalui suatu pendidikan antikorupsi. 
 
Dalam pendidikan antikorupsi ini maka harus ditanamkan sebuah nilai/ value yang nantinya mengakar hingga menjadi budaya, yaitu budaya antikorupsi. Harus ada perubahan sosial didalam masyarakat, aparat, penyelenggara negara, dan penegak hukum agar korupsi dapat dikikis. Selain itu makna korupsi yang sebenarnya juga harus diajarkan kepada seluruh pihak baik rakyat maupun pemerintah agar tidak terjadi bias terhadap makna korupsi tersebut terutama dikalangan rakyat itu sendiri.

Jika perubahan sosial menonjolkan pada dampak “pencegahan” maka pendidikan anti korupsi itu merupakan upaya untuk membangun “kesadaran” masyarakat. Namun antara perubahan sosial dan pendidikan antikorupsi harus berjalan seiringan dan saling menopang agar budaya antikorupsi ini dapat tercipta. 

Pencegahan korupsi dalam perspektif hukum juga bisa melalui pengancaman dan tindak pidana. Pengancaman dapat berupa hukuman mati ataupun pemiskinan terhadap para koruptor. Korupsi juga merupakan tindak pidana luar biasa (extraordinary crime) yang seharusnya mempunyai hukum yang kuat, akan tetapi hukum di Indonesia terhadap korupsi masih dinilai lemah, sebagai contoh pasal 6 ayat (1) huruf b UU No.31 tahun 1999 jo. UU No.20 tahun 2001 tentang penyuapan kepada advokat hanya diberikan hukuman penjara maksimal 15 tahun atau denda maksimal Rp.750 juta, padahal jika dibandingkan dengan dampak yang diakibatkan oleh penyuapan advokat itu sendiri tidak akan sebanding karena berhubungan dengan nilai kebenaran dan HAM.

Pendidikan antikorupsi ini juga diharapkan dapat menimbulkan sikap dan sifat “kritis” dalam melihat segala kasus korupsi. Pendidikan antikorupsi juga diharapkan dapat menumbuhkan nasionalisme sehingga elemen pemerintahan tidak mempunyai keinginan untuk mencederai bangsa ini melainkan keinginan untuk membangun bangsa ini menjadi lebih baik dan bebas korupsi. 

amanah UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dimana dalam pasal 41 disebut masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Berdasarkan pasal 41 ini maka diharapkan peran aktif masyarakat terutama mahasiswa dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi, dan semoga pasal 41 ini juga bisa menjadi dasar bagi setiap penyelenggaraan pendidikan di berbagai tingkatan dari SD,SMP,SMA,Perguruan Tinggi dapat membuat kurikulum pendidikan antikorupsi.

Peran Mahasiswa dan Masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Seperti yang telah dikemukakan diatas tentang pasal 41 UU No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang menyatakan bahwa masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, diharapkan ada partisipasi dari masyarakat dan terutama mahasiswa untuk aktif terlibat dalam upaya antikorupsi ini. 

Mahasiswa perlu terlibat dikarenakan mahasiswa sebagai agent of change atau agen pembawa perubahan diharapkan mahasiswa dapat terlibat aktif dalam membawa perubahan dari klpetokrasi menjadi demokrasi kembali, dari budaya korupsi menjadi budaya antikorupsi, dari buta terhadap korupsi menjadi melek terhadap korupsi.

Dengan peran aktifnya mahasiswa dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi hal ini dapat mendorong pemerintah untuk lebih bersih dan bertanggung jawab. Dalam melakukan hal ini maka setiap mahasiswa ataupun masyarakat yang terlibat maka akan mendapat jaminan hukum yang jelas sehingga tidak perlu takut lagi terlibat dalam upaya pemberantasan korupsi.
Hal yang dapat dilakukakan mahasiswa dan masyarakat:

1.       Pencegahan

Pencegahan korupsi dapat berupa:
a.       Peran aktif langsung mencegah korupsi dilingkungannya
b.      Mengawasi dan mengawal pemerintahan
c.       Menyuarakan gerakan antikorupsi melalui aksi langsung ataupun jejaring sosial, membuat petisi gerakan antikorupsi.
d.      Menarik perhatian publik untuk gerakan antikorupsi seperti: berorganisasi dalam badan antikorupsi, menulis, membuat gambar, film, komik, teatrikal bahkan flashmob tentang gerakan antikorupsi.
e.      Memulai dari diri sendiri untuk mencegah korupsi seperti tidak menyontek, tidak melakukan plagiat, dan tindak kecurangan lain.

2.       Pemberantasan

Mahasiswa dan masyarakat juga dapat melakukan pemberantasan dengan cara:
a.       Melaporkan jika melihat segala tindak pidana korupsi di lingkungannya
b.      Menginvestigasi kasus korupsi yang dilihatnya.
c.       Bersikap kritis terhadap kasus kasus korupsi besar jika perlu membantu mencari barang bukti.

Sebelum turut serta dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi masyarakat diharapkan:
a.       Mengetahui dan memahami alur atau hukum yang berlaku. Contoh: dalam pembuatan SIM, maka diharapkan mengetahui hukum yang berlaku seperti biaya, jangka waktu, dll. Hal ini diharapkan agar pembuat SIM tidak melakukan korupsi dan memberikan kesempatan petugas melakukan korupsi.
b.      Tidak mencontek,tidak membayar saat ditilang, melakukan plagiat, perbuatan curang, dll. Hal ini sebagai upaya dalam mengurangi bibit-bibit baru koruptor dan menciptakan budaya antikorupsi
c.       Melakukan perubahan dan perbaikan dari dalam diri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar