pendahuluan
Dalam suatu pemerintahan harus ada
pemerintah dan rakyat serta wilayah sebagai syarat mutlak berdirinya suatu
negara atau suatu pemerintahan. Didalam teori Agensi yang dikemukakan oleh
Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan bahwa hubungan antara pemilik dan
karyawan (Agen) adalah melakukan perjanjian kegiatan bisnis yang menguntungkan
satu sama lain dan memberikan otoritas untuk
semuanya melakukan pengambilan keputusan. Jika hal ini dikaitkan dengan
pemerintahan, maka Rakyat merupakan pemilik, dan pemerintah merupakan Agen.
Hal ini juga dikuatkan didalam
UU.32 pasal 1 tahun 2004 tentang:
1. Pemerintah
Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemerintahan
daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip utonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Jadi
jelaslah bahwa posisi pemerintah adalah sebagai perencana, pelaksana dan
pertanggungjawaban dari sebuah negara yang akan bertanggungjawab kepada rakyat(pemilik).
Pendidikan Antikorupsi
Transparancy International
menegaskan bahwa pendidikan antikorupsi merupakan komponen vital dari strategi
melawan korupsi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam suatu pemerintahan negara,
maka pemerintah harus menyediakan kurikulum yang mengajarkan antikorupsi
yangmana akan berdampak dengan pengurangan angka korupsi di negara tersebut.
Akan tetapi jika suatu negara berubah menjadi rezim kleptokrasi dikarenakan tidak adanya pendidikan antikorupsi maka
akan banyak perilaku korupsi.
Dalam pasal 6 huruf d, UU no.30
tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka
didirikanlah suatu lembaga yang bertindak dalam pemberantasan korupsi di
Indonesia, lembaga tersebut dinamakan korupsi pemberantasan korupsi (KPK). Akan
tetapi pendirian kpk ini ternyata masih belum cukup untuk meredakan korupsi di
negeri ini.
Di Indonesia juga terdapat 3
penyidik yang berwenang menyelidiki kasus korupsi yaitu POLRI, Kejaksaan, dan
tentu saja KPK. Namun pada kenyataannya ketiga lembaga tersebutpun urung juga
terlibat dalam kasus korupsi. Terkadang hukum bisa menjadi instrumen untuk
memanipulasi kepentingan kepentingan. Oleh karena itu jika mengandalkan hukum
saja maka korupsi tidak akan teratasi, maka dibutuhkan perbaikan moral dari
pemuda dan kalangan tua tentang budaya korupsi ini melalui suatu pendidikan
antikorupsi.
Dalam pendidikan antikorupsi ini
maka harus ditanamkan sebuah nilai/ value yang nantinya mengakar hingga menjadi
budaya, yaitu budaya antikorupsi. Harus ada perubahan sosial didalam
masyarakat, aparat, penyelenggara negara, dan penegak hukum agar korupsi dapat
dikikis. Selain itu makna korupsi yang sebenarnya juga harus diajarkan kepada
seluruh pihak baik rakyat maupun pemerintah agar tidak terjadi bias terhadap
makna korupsi tersebut terutama dikalangan rakyat itu sendiri.
Jika perubahan sosial menonjolkan
pada dampak “pencegahan” maka pendidikan anti korupsi itu merupakan upaya untuk
membangun “kesadaran” masyarakat. Namun antara perubahan sosial dan pendidikan
antikorupsi harus berjalan seiringan dan saling menopang agar budaya
antikorupsi ini dapat tercipta.
Pencegahan korupsi dalam
perspektif hukum juga bisa melalui pengancaman dan tindak pidana. Pengancaman
dapat berupa hukuman mati ataupun pemiskinan terhadap para koruptor. Korupsi
juga merupakan tindak pidana luar biasa (extraordinary crime) yang seharusnya
mempunyai hukum yang kuat, akan tetapi hukum di Indonesia terhadap korupsi
masih dinilai lemah, sebagai contoh pasal 6 ayat (1) huruf b UU No.31 tahun
1999 jo. UU No.20 tahun 2001 tentang penyuapan kepada advokat hanya diberikan
hukuman penjara maksimal 15 tahun atau denda maksimal Rp.750 juta, padahal jika
dibandingkan dengan dampak yang diakibatkan oleh penyuapan advokat itu sendiri
tidak akan sebanding karena berhubungan dengan nilai kebenaran dan HAM.
Pendidikan antikorupsi ini juga
diharapkan dapat menimbulkan sikap dan sifat “kritis” dalam melihat segala
kasus korupsi. Pendidikan antikorupsi juga diharapkan dapat menumbuhkan
nasionalisme sehingga elemen pemerintahan tidak mempunyai keinginan untuk
mencederai bangsa ini melainkan keinginan untuk membangun bangsa ini menjadi
lebih baik dan bebas korupsi.
amanah UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dimana dalam pasal 41 disebut masyarakat dapat berperan serta membantu upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Berdasarkan pasal 41 ini
maka diharapkan peran aktif masyarakat terutama mahasiswa dalam pemberantasan
dan pencegahan korupsi, dan semoga pasal 41 ini juga bisa menjadi dasar bagi
setiap penyelenggaraan pendidikan di berbagai tingkatan dari SD,SMP,SMA,Perguruan
Tinggi dapat membuat kurikulum pendidikan antikorupsi.
Peran Mahasiswa dan Masyarakat
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Seperti yang telah dikemukakan diatas tentang pasal 41 UU No.31 tahun
1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang menyatakan bahwa
masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi, diharapkan ada partisipasi dari masyarakat dan terutama
mahasiswa untuk aktif terlibat dalam upaya antikorupsi ini.
Mahasiswa perlu terlibat dikarenakan mahasiswa sebagai agent of change atau agen pembawa
perubahan diharapkan mahasiswa dapat terlibat aktif dalam membawa perubahan
dari klpetokrasi menjadi demokrasi kembali, dari budaya korupsi menjadi budaya
antikorupsi, dari buta terhadap korupsi menjadi melek terhadap korupsi.
Dengan peran aktifnya mahasiswa
dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi hal ini dapat mendorong pemerintah
untuk lebih bersih dan bertanggung jawab. Dalam melakukan hal ini maka setiap
mahasiswa ataupun masyarakat yang terlibat maka akan mendapat jaminan hukum
yang jelas sehingga tidak perlu takut lagi terlibat dalam upaya pemberantasan
korupsi.
Hal yang dapat dilakukakan
mahasiswa dan masyarakat:
1. Pencegahan
Pencegahan
korupsi dapat berupa:
a.
Peran aktif langsung mencegah korupsi
dilingkungannya
b.
Mengawasi dan mengawal pemerintahan
c.
Menyuarakan gerakan antikorupsi melalui aksi
langsung ataupun jejaring sosial, membuat petisi gerakan antikorupsi.
d.
Menarik perhatian publik untuk gerakan
antikorupsi seperti: berorganisasi dalam badan antikorupsi, menulis, membuat
gambar, film, komik, teatrikal bahkan flashmob tentang gerakan antikorupsi.
e.
Memulai dari diri sendiri untuk mencegah korupsi
seperti tidak menyontek, tidak melakukan plagiat, dan tindak kecurangan lain.
2. Pemberantasan
Mahasiswa dan
masyarakat juga dapat melakukan pemberantasan dengan cara:
a.
Melaporkan jika melihat segala tindak pidana
korupsi di lingkungannya
b.
Menginvestigasi kasus korupsi yang dilihatnya.
c.
Bersikap kritis terhadap kasus kasus korupsi
besar jika perlu membantu mencari barang bukti.
Sebelum turut serta dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan korupsi masyarakat diharapkan:
a. Mengetahui
dan memahami alur atau hukum yang berlaku. Contoh: dalam pembuatan SIM, maka
diharapkan mengetahui hukum yang berlaku seperti biaya, jangka waktu, dll. Hal
ini diharapkan agar pembuat SIM tidak melakukan korupsi dan memberikan
kesempatan petugas melakukan korupsi.
b. Tidak
mencontek,tidak membayar saat ditilang, melakukan plagiat, perbuatan curang,
dll. Hal ini sebagai upaya dalam mengurangi bibit-bibit baru koruptor dan
menciptakan budaya antikorupsi
c. Melakukan
perubahan dan perbaikan dari dalam diri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar