tulisan ini sengaja dibuat menggantung, karena memang pembahasan tentang
pemuda tidak akan pernah dapat mencapai hakikat yang pasti, akan banyak
perdebatan jika kita membahas tentang pemuda, setidaknya didalam
tulisan ini dapat membuat kita sadar terutama pemuda bahwa ada masalah
yang harus kita benahi dalam diri kita sebelum kita membenahi lingkungan
kita. enjoy!!!
Mengutip sebuah
quote tentang pemuda dari pemimpin pergerakan Ikhwanul Muslimin, Hasan
Al-Banna, mengatakan,
“Sejak dulu hingga sekarang, pemuda
merupakan pilar kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan, pemuda adalah rahasia
kekuatannya. Dalam setiap pemikiran, pemuda adalah pengibar panji-panjinya.”
ya menjadi
fitrah pemuda bahwa mereka adalah pilar kebangkitan, tidak akan pernah bisa
kita ingkari bahwa pemuda adalah generasi yang membawa kebangkitan terutam di
lingkungan sekitarnya. Bahkan sosok pendiri Negara Indonesia yaitu Ir. Soekarno
mengatakan dalam sebuah orasinya,
“berikan aku 10 orang tua, maka akan kucabut
gunung dari akarnya. Namun berikan aku 1 orang pemuda, maka akan kuguncangkan
dunia.”
Pernyataan dari
founding father Indonesia itu
menyadarkan kita bahwa kekuatan dari pemuda ini sangatlah besar. Potensi-potensi
yang ada didalam diri setiap pemuda mempunyai potensi yang sangat luar biasa. Pemuda
ibarat matahari di jam 12, yaitu saat dimana matahari memancarkan sinarnya yang
begitu terang dan panas. Begitu juga pemuda, pemuda mempunyai kekuatan,
pemikirannya yang kritis, rasa mau tau yang besar,idealis, selalu bisa
melahirkan inovasi-inovasi baru, bahkan di Indonesia bukti nyata dari kekuatan
pemuda telah terbukti disaat pemuda berhasil menduduki gedung MPR dan
meruntuhkan Rezim Orde Baru di zaman Pak Harto tahun 1998.
Masih teringat
di benak kita belum lama ini bagaimana kekuatan pemuda akan dapat selalu
meruntuhkan sebuah rezim, tepatnya di Mesir, saat itu rezim yang dipimpin oleh
Mohamed Morsi berhasil di gulingkan oleh para pemudanya yang menuntut sebuah
reformasi. Selain itu jika kita kilas balik dizaman dulu, ada sejumlah nama
pemuda yang pandai memimpin strategi dan berperang yaitu khalid bin walid, salahudin
al-ayubi, Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abi Thalib, dan masih banyak lagi.
Begitu kuatnya
kekuatan dan pengaruh pemuda dalam memegang peranan di dunia ini. Oleh karena
itu kata-kata dari hasan al-bana cukuplah mewakili bagaimana pemuda itu
sebenarnya. Walaupun seribu tahun mendatang tidaklah pernah berubah peranan dan
fungsi pemuda ini.
Namun ada
fenomena di zaman sekarang ini yang biasa disebut zaman post-modern, zaman
globalisasi, alam pikiran realita (bahasa antropologi budaya), atau apapun itu
orang menyebutnya, yaitu pemuda dan wacananya. Lalu mengapa pemuda dikaitkan
dengan wacana? Bukankah hal wajar jika seorang pemuda akan selalu mempunyai
wacana sebagai hasil dari pemikiran-pemikirannya atau dalam bahasa ilmu
filsafat sebagai hasil dari proses berfilsafat?
Jawabannya tentu
saja tidak akan pernah salah pemuda dalam berwacana, karena hal itu merupakan
hakikat pemuda itu sendiri yang akan selalu berfikir dan melakukan perubahan
seperti yang dikutip dalam kata-kata Hasan Al-bana diatas. Ibarat ilmu psikologi,
ilmu psikologi akan selalu ada selama objek yang dipelajarinya yaitu manusia
tetap eksis (pernyataan ini belum menjawab jika saja suatu saat terjadi pemberontakan
oleh robot-robot yang diciptakan manusia), begitu juga halnya dengan pemuda,
wacana akan selalu ada selama pemuda-pemuda selalu berfikir untuk memenuhi rasa
ingin tahunya, memenuhi sikap kritisnya, idealismenya.
Akan tetapi
fenomena pemuda dan wacana ini sudah mencapai tahap yang hampir memprihatinkan,
saya mengutip sebuah kata-kata dari Presiden BEM UNS dalam sesi diskusi di
bulan oktober lalu, yaitu:
“ kelemahan pemuda di zaman sekarang ini ada
2, terlalu banyak wacana tetapi jarang terlaksana dan tanggap soal pujian serta
tepuk tangan kepada pemuda.”
Mengapa wacana
dizaman sekarang menjadi kelemahan bagi
pemuda? (kembali kita berfilsafat), ya seperti kata-kata diatas, bahwasanya
sekarang ini pemuda terlalu banyak membuat wacana-wacana bahkan wacana tersebut
sudah matang dan hampir tidak ada celah untuk menjatuhkan wacana tersebut. Tetapi
dalam pelaksanaannya atau eksekusinya bisa saja nol, dan fenomena ini banyak
sekali terjadi.
Saya mengambil
contoh simpel dimana menjelang liburan semester, teman-teman saya mengajak saya
untuk berpergian ke bandung, jogja, surabaya, semarang, gunung semeru,
tawamangu dan banyak kawasan wisata lainnya. Akan tetapi pelaksaannya kalian
tahulah, pasti jarang terlaksana. Atau contoh lain di sebuah organisasi, salah
seorang pemuda dalam organisasi membuat sebuah proker yang luar biasa mempunyai
kemanfaatan banyak bagi orang lain, akan tetapi karena terhalang oleh faktor
internal dan eksternal sebuah proker hanyalah sebuah proker, proker yang hanya
tertulis di sebuah kertas yang nantinya akan hilang, tersobek atau bahkan
menjadi sampah atau bahkan yang lebih buruknya lagi proker tersebut hanya
tertanam di otak sang pemuda.
Saya sadar
betul tidak semuanya contoh diatas terjadi kepada para pembaca sekalian, tetapi
inilah fenomena yang saya lihat dari keadaan disekitar saya baik sewaktu SMP,
SMA, sampai di saat kuliah ini. Dosen antropologi budaya di prodi tempat saya
belajar menuntut ilmu pernah menyatakan dalam kuliahnya, bahwa fenomena ini
terjadi atas akumulasi dari budaya-budaya sebelumnya dan dipengaruhi oleh
karakter dasar manusia serta pola perkembangan manusia itu sendiri. Oleh karena
itu saya tidak menyatakan semua pemuda hanya berwacana saja, akan tetapi
Fenomena yang terjadi seperti itu.
Assisten AAI
saya mengatakan kepada saya tentang penyebab terjadi nya fenomena tersebut,
salah satunya adalah ketakutan dari
para pemudanya sendiri untuk mengimplementasikan wacana nya. saya rasa betul
juga bahwa ketakutan berperan penting dalam seberapa besar wacana dijalankan
atau tidaknya. Namun hal itu akan menjurus kepertanyaan apakah pemuda zaman
sekarang ini penakut? Lho, sampai saat ini saya masih berfikir tentang hal ini,
akan tetapi saya yakin seyakin yakinnya bahwa pemuda takkan pernah gentar
ataupun takut menghadapi apapun.
Menurut ilmu dari antropologi budaya yang saya
pelajari adalah yang membuat sebuah Kebudayaan itu hancur disebabkan oleh 3
hal, yaitu jiwa pemalas, mental penerobos, dan bukan jiwa penantang. Jika kita
mengkaji satu persatu dari 3 penyebab diatas saya rasa kita dapat menarik garis
yang menunjukkan mengapa pemuda zaman sekarang kebanyakan hanya dapat berwacana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar