The Founding Father Indonesia, Ir.Soekarno, pernah berpidato yang
selalu dikenang sampai saat ini. beliau berkata “beri aku seribu orang tua maka
akan kucabut semeru dari akarnya, dan berikan aku 10 pemuda maka akan
kuguncangkan dunia” begitu kurang lebih salah satu isi pidato beliau. Bung
Karno kala itu melihat realitas yang ada bahwa pemuda merupakan ujung tombak
sebuah perjuangan. Ditangan para pemuda pada waktu itulah proklamasi
kemerdekaan Indonesia bisa dicapai dengan cepat tanpa ada mempertimbangkan
intervensi dari pihak penjajah.
Sampai saat ini, kata-kata dari
bung Karno itulah yang selalu melecut semangat pemuda dari tahun ke tahun.
Kata-kata tersebut banyak melahirkan aktivis pemuda yang optimis terhadap
potensinya, mandiri dalam kehidupannya, dan kritis dalam sikap serta
perbuatannya. Dengan lahirnya banyak aktivis pemuda yang mempunyai idealis dan
optimisme tinggi berkorelasi erat dengan kemajuan dalam berbagai bidang
kehidupan dinegeri ini. dapat dilihat dari betapa cepatnya negara ini semakin
maju dan mandiri setelah memperoleh kemerdekannya.
Aktivis pemuda seakan-akan tidak
akan pernah ada habisnya, karena memang pemuda tidak akan pernah mati. Dimana
masih ada kelahiran disanalah akan ada calon aktivis pemuda. Dengan regenerasi
pemuda-pemuda inilah yang membuat negara ini tidak pernah kehabisan ide untuk
memperbaiki kondisi negara ini.
Akan tetapi patut diperhatikan,
tidak semua pemuda memilih jalan untuk menjadi aktivis. Bukan semata-mata mereka
tidak ingin atau tidak peduli. Karena lebih kepada kebebasan masing-masing
individu untuk memilih jalan hidupnya. Saat seorang anak tumbuh menjadi seorang
pemuda disanalah mereka bebas dalam menentukan jalan hidup yang akan
dipilihnya.
Banyak faktor juga yang
mempengaruhi sikap pemuda dalam memilih jalannya, 2 faktor utama dapat kita
lihat dari mazhab psikologi yaitu behaviorisme
dan humanistik. Jika dilihat dari
sudut pandang behaviorisme, maka pemuda memilih jalan hidupnya yang sekarang
karena dipengaruhi faktor lingkungan yang membentuknya. Jadi lingkungan sangat
intens dalam membentuk kepribadian dan jalan hidup seseorang.
Jika ditilik dari humanistik, maka ada faktor lain yang
mempengaruhi pilihan pemuda dalam menentukan jalan hidupnya, yaitu faktor diri
sendiri dalam menyerap apa yang ada dilingkungan ataupun menolaknya.
Idealis vs realitas
”idelisme tidak selalu berbanding lurus dengan realitas yang tampak, akan tetapi realitas menjadi tolak ukur sejauh mana tingkat idealisme itu sendiri”-rezky-
setelah memilih menjalani
kehidupan aktivis, maka merekapun dituntut untuk kritis terhadap apa yang
mereka lihat, rasakan, dan hadapi. Pemikiran mereka pun dituntut untuk mencari
solusi bukan hanya kritik tanpa arti. Selain itu yang harus dihadapi para aktivis
adalah mengaktualisasikan apa yang sudah dikritisi, dipikirkan, dan
direncanakan di lingkungannya.
Biasanya para aktivis akan sulit
menghadapi realitas yang ada karena berbeda dengan bayangan yang selama ini
mereka pikirkan. Idealisme mereka dalam mengkritisi,
berpikir, dan melakukan perubahan dalam perbuatan acapkali terhambat oleh
realitas yang ada. Belum tentu A dalam kajian mereka akan sama dengan A dalam
realitasnya. Oleh karena itu disinilah akan menjadi tolak ukur sejauh mana
tingkat idealisme dan usaha mereka memperjuangkan idealisme mereka.
Jika mereka dapat mencari solusi
atas perbedaan antara idealisme dan realitas yang mereka hadapi, maka mereka
berhasil menaiki satu anak tangga menuju cita-cita mereka. Jika mereka hanya
mengeluh terhadap realitas yang ada, maka runtuhlah idealisme yang selama ini
mereka bangun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar