Minggu, 19 Januari 2014

Urusan Tunda Menunda



Tulisan ini terinspirasi dari website siakad yang pada salah satu kolom isian nilai berisi tulisan TUNDA. Lalu juga terinspirasi oleh beberapa pengalaman baik penulis maupun teman-teman penulis yang selalu berurusan dengan tunda-menunda. Ketika urusan tunda menunda ini menjadi sebuah kebiasaan maka hidup kita bisa menjadi tak terarah.

Sebuah penyakit bernama tunda


“tunggu ya, udah dijalan nih 10 menit lagi sampe sana” ucap seorang teman yang masih baru bangun tidur dengan wajah lesu dan kantung mata yg tebal akibat begadang semalam suntuk.

Sebetulnya sebuah hal simpel dalam urusan tunda menunda terutama bagi masyarakat Indonesia ini. disekitar kita sering dijumpai bahkan kita sendiri mungkin pernah melakukan hal seperti ini.

Bukan keterbatasan waktu yang menjadi masalah dan bukan juga keterbatasan fisik yang menjadi akar utama masalah dalam urusan tunda menunda ini. padahal raga dan waktu yang cukup sudah siap menunjang kita dalam beraktifitas sehari-hari sehingga tidak mungkin kita bisa menunda sesuatu. akan tetapi kemalasan mungkin yang menjadi penyebab utama.

Apapun yang bisa kita tunda pasti akan kita tunda, entah itu tugas, mandi, janji, makan, bahkan beribadahpun masih saja bisa kita tunda. Dan penyakit bernama tunda ini tidak hanya menyerang orang-orang dewasa, akan tetapi remaja sampai anak kecilpun sudah terbiasa untuk menunda-nunda sesuatu.

Dan hasilnya jelas bisa kita lihat, produktivitas berkurang, hasil yang didapatpun berkurang. Kalaupun produktivitas dan hasilnya tetap ataupun lebih baik belum tentu menjamin menunda itu lebih baik, walaupun terkadang aktivitas menunda ini ada pula yang baik.

Untuk membuat alasan menunda-nunda barang tentu sangat mudah, dapat kita jumpai dalam organisasi, perkuliahan, pekerjaan, pertemanan, dan apapun itu jenisnya menunda ini sudah bukan hal langka. Bahkan untuk mengerjakan sesuatu yang harus diselesaikan secepatnya pun dapat ditunda oleh hal-hal sepele seperti nge-game misalnya.

menunda sesuatu sudah barang tentu akan membuat siapa saja kesal, pasti kita pernah mengalami kesal karena ada teman kita yang menunda menyelesaikan tugas kelompoknya, atau kita kesal karena pesawat yang kita tumpangi di delayed keberangkatannya, atau mungkin pak polisi yang menunda untuk mengurai kemacetan sehingga kemacetan menjadi bertambah parah, atau seperti yang dikemukakan pada inspirasi saya menuliskan tentang urusan tunda menunda ini karena nilai di siakad yang seharusnya sudah keluar tetapi harus ditunda

Menunda = menjadikan rencana hanya menjadi wacana

Penulis sering kali berhadapan dengan masalah yang satu ini, entah itu dilakukan sendiri oleh penulis maupun dari teman-teman penulis. Entah berapa banyak ide-ide kreatif yang terbesit didalam otak penulis hilang ataupun hanya menjadi wacana karena menunda untuk melakukannya. Entah berapa banyak pula kesempatan untuk mendapatkan sesuatu yang penulis hilangkan karena menunda ini.

Contoh mudahnya ialah saat ada kesempatan seminar gratis dengan syarat mendaftar lewat sms, akan tetapi karena kemalasan jemari ini untuk mengetikkan sms singkat yang hanya berisi nama_prodi_no hp kirim ke 0812******* penulis sudah kehilangan ilmu. Atau karena kemalasan melihat jarak yang jauh akhirnya penulis menunda untuk pergi berlibur keluar kota sehingga hilanglah kebahagiaan yang mungkin akan didapatkan jika pergi berlibur, atau juga menunda mengerjakan sesuatu tugas dari dosen  yang sebetulnya 30 menit dapat selesai akan tetapi masih saja ditunda, sehingga nilai di Siakad pun menjadi B atau mungkin C. Tugas dari organisasi yang ditunda sehingga hilangnya kepercayaan dari organisasi tersebut. Pada akhirnya semua itu berakhir pada penyesalan.

Begitu banyak kesempatan untuk berbuat baik atau mendapatkan kebaikan hilang begitu saja saat kita menunda sesuatu. dan mungkin parahnya kita menjadi kebal atas penyesalan ketika kita menunda-nunda. Karena menjadi kebal hilanglah rasa peduli kita sehingga menjadi tidak peduli. Karena tidak peduli maka kita menjadi seorang yang apatis. Karena apatis pulalah kita hanya memikirkan diri sendiri, memikirkan diri sendiri masih lebih baik, bisa saja bahkan kita tidak memikirkan diri sendiri maupun orang lain sehingga kita putus asa terhadap diri kita. Pada akhirnya buah  yang pahitlah yang akan kita makan saat nanti kita memetiknya.

Saya pernah berandai-andai, andaikan pada tanggal 17 agustus 1945, Soekarno menunda memproklamasikan kemerdekaan, apa yang akan terjadi dengan Indonesia saat ini. mungkin saja di tanggal 18 Agustus beliau sudah dibunuh oleh penjajah sehingga Indonesia tidak jadi merdeka dan berubahlah keseluruhan sejarah bangsa ini.

 saya juga pernah berandai kepada diri saya sendiri, andaikan saya waktu itu menunda mendaftar SBMPTN dan lebih mementingkan test AKMIL, lalu saya gagal test AKMIL dan tidak bisa mendaftar SBMPTN lagi. Lalu yang akan terjadi pada diri saya mungkin saja akan menganggur untuk satu tahun kedepan dan mungkin karena sudah menganggur 2 tahun saya menjadi pesimis dikala usia semakin tua saya tidak tahu ingin jadi apa. Lalu yang akan terjadi selanjutnya mungkin saja saya hanya akan menjadi anak yang menyusahkan kedua orang tua saya, masa depan saya tidak jelas, dan yang paling mungkin terjadi setelah itu adalah saya menjadi pengangguran sedangkan teman-teman saya yang lain sudah menjadi pilot, menjadi tentara, menjadi pengusaha, menjadi sarjana dengan IPK cumlaude. Sedangkan saya hanya menyesali kehidupan saya dan mengutuk diri saya serta mungkin orang lain juga. Dan semua kemungkinan hidup saya tersebut berawal dari menunda sesuatu.

dan dari semua pengalaman absurd yang saya lalui diatas tentang urusan tunda menunda, menjadikan diri saya lebih bersyukur dan sudah tentu membuat saya lebih berhati-hati jika ingin menunda sesuatu.


“kehidupan yang kamu jalani sekarang adalah kehidupan yang telah kamu pilih pada masa lalu dengan tindakan yang kamu lakukan dahulu.”-Rezky-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar