Tulisan ini
terinspirasi dari website siakad yang pada salah satu kolom isian nilai berisi
tulisan TUNDA. Lalu juga terinspirasi oleh beberapa pengalaman baik penulis
maupun teman-teman penulis yang selalu berurusan dengan tunda-menunda. Ketika
urusan tunda menunda ini menjadi sebuah kebiasaan maka hidup kita bisa menjadi
tak terarah.
Sebuah penyakit bernama tunda
“tunggu ya, udah dijalan nih 10
menit lagi sampe sana” ucap seorang
teman yang masih baru bangun tidur dengan wajah lesu dan kantung mata yg tebal
akibat begadang semalam suntuk.
Sebetulnya sebuah hal simpel
dalam urusan tunda menunda terutama bagi masyarakat Indonesia ini. disekitar
kita sering dijumpai bahkan kita sendiri mungkin pernah melakukan hal seperti
ini.
Bukan keterbatasan waktu yang
menjadi masalah dan bukan juga keterbatasan fisik yang menjadi akar utama
masalah dalam urusan tunda menunda ini. padahal raga dan waktu yang cukup sudah
siap menunjang kita dalam beraktifitas sehari-hari sehingga tidak mungkin kita
bisa menunda sesuatu. akan tetapi kemalasan mungkin yang menjadi penyebab
utama.
Apapun yang bisa kita tunda pasti
akan kita tunda, entah itu tugas, mandi, janji, makan, bahkan beribadahpun
masih saja bisa kita tunda. Dan penyakit bernama tunda ini tidak hanya
menyerang orang-orang dewasa, akan tetapi remaja sampai anak kecilpun sudah
terbiasa untuk menunda-nunda sesuatu.
Dan hasilnya jelas bisa kita
lihat, produktivitas berkurang, hasil yang didapatpun berkurang. Kalaupun
produktivitas dan hasilnya tetap ataupun lebih baik belum tentu menjamin
menunda itu lebih baik, walaupun terkadang aktivitas menunda ini ada pula yang
baik.
Untuk membuat alasan
menunda-nunda barang tentu sangat mudah, dapat kita jumpai dalam organisasi,
perkuliahan, pekerjaan, pertemanan, dan apapun itu jenisnya menunda ini sudah
bukan hal langka. Bahkan untuk mengerjakan sesuatu yang harus diselesaikan
secepatnya pun dapat ditunda oleh hal-hal sepele seperti nge-game misalnya.
menunda sesuatu sudah barang tentu akan membuat siapa saja kesal,
pasti kita pernah mengalami kesal karena ada teman kita yang menunda
menyelesaikan tugas kelompoknya, atau kita kesal karena pesawat yang kita
tumpangi di delayed keberangkatannya, atau mungkin
pak polisi yang menunda untuk mengurai kemacetan sehingga kemacetan menjadi
bertambah parah, atau seperti yang dikemukakan pada inspirasi saya menuliskan
tentang urusan tunda menunda ini karena nilai di siakad yang seharusnya sudah
keluar tetapi harus ditunda
Menunda = menjadikan rencana hanya menjadi wacana
Penulis sering kali berhadapan
dengan masalah yang satu ini, entah itu dilakukan sendiri oleh penulis maupun
dari teman-teman penulis. Entah berapa banyak ide-ide kreatif yang terbesit
didalam otak penulis hilang ataupun hanya menjadi wacana karena menunda untuk
melakukannya. Entah berapa banyak pula kesempatan untuk mendapatkan sesuatu
yang penulis hilangkan karena menunda ini.
Contoh mudahnya ialah saat ada
kesempatan seminar gratis dengan syarat mendaftar lewat sms, akan tetapi karena
kemalasan jemari ini untuk mengetikkan sms singkat yang hanya berisi
nama_prodi_no hp kirim ke 0812******* penulis sudah kehilangan ilmu. Atau
karena kemalasan melihat jarak yang jauh akhirnya penulis menunda untuk pergi
berlibur keluar kota sehingga hilanglah kebahagiaan yang mungkin akan
didapatkan jika pergi berlibur, atau juga menunda mengerjakan sesuatu tugas
dari dosen yang sebetulnya 30 menit
dapat selesai akan tetapi masih saja ditunda, sehingga nilai di Siakad pun menjadi
B atau mungkin C. Tugas dari organisasi yang ditunda sehingga hilangnya
kepercayaan dari organisasi tersebut. Pada akhirnya semua itu berakhir pada
penyesalan.
Begitu banyak kesempatan untuk
berbuat baik atau mendapatkan kebaikan hilang begitu saja saat kita menunda
sesuatu. dan mungkin parahnya kita menjadi kebal atas penyesalan ketika kita
menunda-nunda. Karena menjadi kebal hilanglah rasa peduli kita sehingga menjadi
tidak peduli. Karena tidak peduli maka kita menjadi seorang yang apatis. Karena
apatis pulalah kita hanya memikirkan diri sendiri, memikirkan diri sendiri
masih lebih baik, bisa saja bahkan kita tidak memikirkan diri sendiri maupun
orang lain sehingga kita putus asa terhadap diri kita. Pada akhirnya buah yang pahitlah yang akan kita makan saat nanti
kita memetiknya.
Saya pernah berandai-andai,
andaikan pada tanggal 17 agustus 1945, Soekarno menunda memproklamasikan
kemerdekaan, apa yang akan terjadi dengan Indonesia saat ini. mungkin saja di
tanggal 18 Agustus beliau sudah dibunuh oleh penjajah sehingga Indonesia tidak
jadi merdeka dan berubahlah keseluruhan sejarah bangsa ini.
saya juga pernah berandai kepada diri saya sendiri, andaikan saya waktu itu menunda mendaftar SBMPTN dan lebih
mementingkan test AKMIL, lalu saya gagal test AKMIL dan tidak bisa mendaftar
SBMPTN lagi. Lalu yang akan terjadi pada diri saya mungkin saja akan menganggur
untuk satu tahun kedepan dan mungkin karena sudah menganggur 2 tahun saya
menjadi pesimis dikala usia semakin tua saya tidak tahu ingin jadi apa. Lalu
yang akan terjadi selanjutnya mungkin saja saya hanya akan menjadi anak yang
menyusahkan kedua orang tua saya, masa depan saya tidak jelas, dan yang paling
mungkin terjadi setelah itu adalah saya menjadi pengangguran sedangkan
teman-teman saya yang lain sudah menjadi pilot, menjadi tentara, menjadi
pengusaha, menjadi sarjana dengan IPK cumlaude.
Sedangkan saya hanya menyesali kehidupan saya dan mengutuk diri saya serta
mungkin orang lain juga. Dan semua kemungkinan hidup saya tersebut berawal dari
menunda sesuatu.
dan dari semua pengalaman absurd yang saya lalui diatas tentang
urusan tunda menunda, menjadikan diri saya lebih bersyukur dan sudah tentu
membuat saya lebih berhati-hati jika ingin menunda sesuatu.
“kehidupan yang kamu jalani
sekarang adalah kehidupan yang telah kamu pilih pada masa lalu dengan tindakan
yang kamu lakukan dahulu.”-Rezky-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar