Rabu, 15 Januari 2014

KEPERCAYAAN DAN NETRALITAS

Kepercayaan
“Karena nila setitik, rusak susu sebelangga”
Mungkin itulah pribahasa yang tepat untuk menggambarkan kondisi penjaga Konstitusi di Indonesia belakangan ini. Lembaga yang bertugas sebagai penguji undang-undang tersebut seperti kehilangan kewibawaan dan kepercayaan ditengah-tengah publik saat ini. Bagaimana tidak, dengan tertangkapnya ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar karena terlibat kasus suap, lembaga ini seperti berjalan dengan beban berat dipundaknya karena berusaha untuk mengembalikan kepercayaan publik yang menurun.
Dikutip dari koran Kompas edisi Jumat 10 Januari 2014 melalui jajak pendapat, terlihat begitu signifikannya angka penurunan kepercayaan terhadap Mahkamah Konstitusi. Bulan Juni 2012 dimana kepercayaan publik terhadap MK mencapai angka tertingginya yaitu 65,2% setelah penangkapan Akil Mochtar karena kasus suap yang menyeret juga sejumlah nama seperti Atut Choisyah dan Chairun Nisa, angka kepercayaan publik terhadap lembaga penguji Undang-Undang tertinggi itu menurun menjadj 8,8% di bulan Oktober 2013 atau berukurang 56,4%.
Untuk mengembalikan Citra Positif MK di masyarakat, terjadinya pergantian kepemimpinan di tubuh MK dengan terpilihnya Hamdan Zoelva yang dulunya sebagai wakil MK dan Arif Hidayat yang sekarang menemani Hamdan Zoelva sebagai wakil MK. Dengan pergantian pucuk kepemimpinan di badan MK diharapkan dapat memperbaiki citra MK dimata publik yang kian tergerus. Apakah hal ini berhasil? Seperti yang dikutip di koran Kompas, statistik menunjukkan peningkatan kepercayaan publik terhadap MK menjadi 27,7%, akan tetapi angka ini masih jauh dibawah angka 50% dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pucuk kepemimpinan Hamdan Zoelva pun hanya berkisar 40,1% bahwa beliau dapat memperbaiki kepercayaan publik terhadap MK.
Hal ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua bahwa kepercayaan itu nilainya sangat tinggi. Jika kita bisa menjaga kepercayaan orang lain yang diamanatkan kepada kita, maka niscaya kepercayaan dan keuntunganlah yang kita dapatkan. Begitu juga sebaliknya, jika kepercayaan yang diamanatkan kepada kita diruntuhkan, maka cacian dan cap orang yang tidak dapat dipercayalah yang akan melekat kepada kita. Dan begitu amat sulitnya memperbaiki kepercayaan orang lain kepada kita. Mungkin saja kita bisa memperbaiki kepercayaan orang lain kepada kita, tetapi akan membutuhkan waktu yang sangat lama dan besarnya tantangan yang harus kita hadapi untuk memperbaiki hal tersebut sama halnya seperti yang sedang diusahakan oleh MK.
Netralitas
Dosen Pancasila di semester satu, pak Ayub, pernah mengatakan “untuk membuat suatu Undang-undang atau peraturan yang bersikap Netral terhadap siapapun itu sangat sulit, karena setiap orang dalam membuat suatu peraturan atau Undang-Undang pasti mempunyai kepentingan dan mencari keuntungan atau setidaknya dapat memberi keuntungan bagi dirinya maupun kelompoknya.” Jika ditelaah lebih lanjut, pernyataan tersebut benarlah adanya. Sangat sulit untuk mencari orang yang membuat undang-undang untuk menguntungkan semua pihak atau merugikan dirinya sendiri dan kelompoknya. Karena hampir semua pemangku jabatan mempunyai kepentingan-kepentingan pribadi maupun kelompok.
Hal ini dapat dilihat dari dinasti “Ratu” Atut di Banten, begitu besarnya kekuasaan beliau disana, membuat para penguasa-penguasa kecil didaerah Banten berasal dari sanak keluarga “Ratu” Atut. Dilihat dari sisi konstitusi, hal ini tidak bertentangan  karena memang tidak ada undang-undang yang mengatur bahwa tidak diperbolehkan hal seperti ini. Akan tetapi jika dilihat dari nilai-nilai yang ada, maka jelaslah hampir semua bilang hal ini tidak etis. Karena dikhawatirkan dapat memperkuat kekuatan kekuasaan Atut di Banten dan mungkin saja menghilangkan nilai-nilai demokrasi serta melemahkan pihak oposisi yang berfungsi sebagai pengawas kekuasaan. Dan terbuktilah hal ini dengan tertangkapnya Atut sebagai tersangka suap Pilkada Lebak dan suap pengadaan alat kesehatan yang juga melibatkan mantan Ketua MK Akil Mochtar sebagai tersangka kasus suap oleh KPK. Dengan tertangkapnya Atut, maka terbongkarlah kekuasan Atut di Banten.
“kamu tidak dapat membahagiakan semua orang, yang dapat kamu lakukan adalah memilih siapa yang akan kamu bahagiakan.”-Toma-
Lalu bagaimana caranya untuk membuat segala sesuatunya bersikap Netral ?, upaya untuk mendapatkan segala sesuatu bersikap Netral itu sulit tapi bukan berarti tidak mungkin. Sulit karena darimanapun seseorang berasal baik berasal dari Parpol maupun nonparpol pun mempunyai kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok. Begitu juga dalam kehidupan disuatu organisasi, pasti semuanya mempunyai kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok. Yang mungkin dapat dilakukan adalah menangkap keseluruhan besar kepentingan tersebut yang tentunya baik bagi sebagian besar para pemangku kepentingan. Karena tidak mungkin manusia dapat membuat sesuatu yang sempurna.  Asalkan kepentingan tersebut tidak melanggar undang-undang atau peraturan yang lebih tinggi dan dapat menguntungkan banyak pihak baik pribadi, kelompoknya maupun kelompok lain.
Pada akhirnya, dapat ditarik kesimpulan dari dua pembahasan diatas tentang kepercayaan dan Netralitas, maka Kepercaayaan dan Netralitas adalah hal mutlak yang wajib dimiliki dan dipertahankan oleh pemimpin. Dengan mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan orang lain kepada dirinya, maka pemimpin tersebut telah meninggalkan jejak atas nama dirinya sendiri dikemudian hari yang mungkin akan dikenang dan menjadi  contoh bagi pemimpin-pemimpin selanjutnya. Lalu Netralitas pun tidak lepas dari seorang pemimpin. Seorang pemimpin selain diberikan kepercayaan oleh sebagian besar orang juga harus bersikap netral dalam menentukan setiap kebijakannya baik untuk orang-orang yang mempercayainya maupun tidak mempercayainya. Jangan sampai seorang pemimpin mencederai orang-orang yang dipimpinnya dengan bersikap tidak netral dan hanya memihak yang mendukung kekuasaan dirinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar