Tulisan
ini merupakan curahan hati seorang mahasiswa baru yang baru saja melewati
semester satu disebuah universitas negeri di kota solo. Bukan sebuah tulisan
yang serius, akan tetapi lebih kepada pandangan seorang penulis terhadap
gejala-gejala yang selama ini penulis tangkap dalam kehidupan disemester satu.
Enjoy!!!
Tak
terasa betul satu semester ini telah dilewati, masuk kesemester ini pun
merupakan sesuatu yang sangat tidak sengaja dan sangat tidak pernah diduga
sebelumnya. Saya dulu bercita-cita menjadi seorang perwira dengan pangkat di
bahunya beserta kegagahan lain layaknya seorang perwira. Bahkan untuk
mewujudkan cita-cita tersebut, saya harus merelakan 1 tahun hanya untuk
memenuhi syarat yang diminta oleh panitia penyeleksi.
Tapi
apa daya jika nasib tahun ini tidak kunjung membawa saya kepada cita-cita yang
saya inginkan. Lalu apakah saya harus menyerah dengan sebuah kenyataan bahwa
saya mengalami suatu kegagalan? Dalam bukunya Prie G.S berkata ada 4 cara untuk
menghadapi kegagalan, cara yang pertama adalah sakit menghadapi kegagaln
tersebut dan menghibur diri dengan memberikan nasihat-nasihat bijak. Lalu cara
kedua dengan cara memprotes keputusan panitia penyeleksi, tapi cara ini
bukanlah cara saya dalam membuat hati saya tentram setelah mengalami kegagalan.
Cara
yang ketiga agak sedikit tidak waras dan lebih baik jangan dilakukan, yaitu
berpura-pura lulus seleksi dan membeli sebuah seragam layaknya seorang perwira.
Atau cara terakhir yaitu cara yang saya pilih,yaitu menikmati kegagalan ini
dengan berkata saya boleh gagal dalam sebuah seleksi, tapi saya tidak akan
gagal dalam hidup. Itulah yang saya pegang teguh selama ini dan mungkin juga
yang membuat saya dapat menjadi seorang mahasiswa.
Dengan
menikmati sebuah kegagalan tersebut, saya mengambil banyak hikmahnya, yaitu
berat badan saya menjadi ideal, saya menjadi lebih disiplin, saya menjadi lebih
tangguh, menjadi lebih kritis dan peka terhadap keadaan, dan yang terakhir
mengubah persepsi dalam hidup saya bahwa hidup saya tidak harus selalu menjadi
militer akan tetapi jika saya ingin menjadi warga sipil pun saya bisa sukses
layaknya seorang perwira.
Status
sebagai mahasiswa baru tidaklah buruk seperti yang selama ini saya bayangkan,
bahkan status mahasiswa baru ini menambah khazanah pengetahuan yang saya
miliki. Mengubah persepsi, mengubah ideologi, mengubah cara pikir, dan menjadi
pribadi yang lebih baik daripada sebelum-sebelumnya. Sebagai contoh dulu saya
berpikir bahwa sebuah aksi demonstrasi adalah hal yang sangat mengganggu dan
tidak bermanfaat, akan tetapi setelah saya menjadi mahasiswa, saya melihat
sebuah aksi ini sangat perlu dinegara yang “katanya” menjunjung tinggi
demokrasi. Sekaligus aksi ini sebagai salah satu cara untuk mengawal
pemerintahan yang ada dinegara ini.
Bahkan
tidak hanya sekedar mengawal, akan tetapi aksi ini juga sebagai sarana refleksi
bagi diri sendiri bahwa masalah dinegara ini sangat pelik dan butuh
penyelesaiannya, dan bagaiamana penyelesaiannya? Yaitu mahasiswa dan
pemuda-pemuda lainlah yang akan menjadi cikal bakal pemimpin bangsa ini
kedepannya. Ditangan para pemuda inilah nasib bangsa Indonesia digantungkan.
Seberapa besar kualitas pemudanya akan sangat menentukkan nasib bangsa ini
kedepannya.
Hanya
cukup sampai disana? Tentu tidak, aksi pun mengingatkan kita bahwa perjuangan
itu tidaklah mudah, karena dalam menjalani sebuah aksi, kita akan mendapat
pujian dan lebih banyak cacian dari orang-orang yang awam dan apatis terhadap
aksi ini. Selain itu aksi juga merupakan sebuah bentuk kepedulian kita bagi
negara ini. Aksipun dapat memunculkan banyak solusi-solusi kecil yang akan
membantu negara ini berkembang, tidak perlulah kita membuat solusi-solusi besar
karena solusi-solusi kecilpun pada akhirnya akan berkembang menjadi solusi
besar, ambil contoh seperti “Indonesia Mengajar” yang digagas calon presiden
2014 yang juga rektor Universitas Swasta terkenal.
Selain
mengubah paradigma saya, menjadi mahasiswa pun ternyata seperti sebuah
kehidupan yang saya nanti-nantikan, karena dengan menjadi mahasiswa, saya dapat
dengan bebas mengeluarkan pikiran-pikiran saya walaupun hanya melalui sebuah
tulisan. Dengan status mahasiswa pula kita dapat lebih banyak berinteraksi
dengan banyak orang yang memiliki persepsi, pandangan, paradigma, ideologi
masing-masing, sehingga hal ini seperti layaknya Universitas Terbuka dimana
Dosennya pun berasal dari kalangan apapun asalkan kita mau menerima mereka
untuk memberikan ilmunya kepada kita. Jika kita hanya pasif menunggu, jelaslah
bahwa akan sulit bagi kita untuk mendapatkan ilmu seperti ini.
Status
mahasiswa pun menjadikan saya lebih bijak dalam melihat dan mengambil sebuah
peluang dan keputusan. Hal yang selama ini sangat sulit didapatkan dalam
kehidupan saya sebelumnya. Dengan berbagai macam kegiatan-kegiatan yang ada di
kampus, maka kita harus dengan bijak menyeleksinya agar ilmu yang ingin kita
dalami dan kita ambil dapat kita dapatkan secara utuh.
Sangat
sayang bagi seorang mahasiswa jika hanya diam dikost, belajar dari buku-buku
yang mungkin dimasa mendatang teori dari buku tersebut sudah tidak berlaku
lagi, mengejar sebuah IP, dan lulus sebagai mahasiswa biasa saja tanpa
meninggalkan kesan yang berbekas dibangku kuliah. Ibarat seekor kuda yang
memakai kacamata kuda, pandangannya hanya lurus kearah yang diinginkan
pawangnya, tanpa bisa melihat potensi kebahagiaan dikanan dan kirinya.
Lalu
apakah salah menjadi seorang yang seperti itu? Tentu tidaklah salah, karena
setiap orang mempunyai caranya untuk menentukkan jalannya masing-masing, atau
biasa kita sebut sebuha passion dan mereka juga mempunyai prioritas yang harus
didahulukan daripada harus aktif dikampusnya. Bisa jadi mahasiswa seperti ini
tidak aktif dikehidupan kampus, tetapi dia aktif dikehidupan sosial secara
langsung.
Pada
akhirnya, sebagai seorang mahasiswa baru yang secara tidak sengaja terjebak
didunia kampus ini mengambil kesimpulan bahwa mahasiswa itu bebas, bebas
menentukan passion kita, bebas menentukkan prioritas kita, bebas menjadi apa
saja yang kita inginkan. Hal inilah yang selama ini diperjuangkan oleh
mahasiswa-mahasiswa dizaman Orde Baru, dimana mereka tidak bisa berkembang dan
tidak bisa bebas. Selain itu inilah yang bisa disebut sebagai pengamalan
nilai-nilai demokrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar